Siapa sih yang tak kenal dengan patung Patung Kristus Penebus atau dalam bahasa Portugis Cristo Redentor yang berada di Rio de Janeiro Brazil.
Patung yang memiliki tinggi 38 meter itu memang menjadi satu landmark paling populer di dunia.
Namun, ada beberapa ‘kembaran’ Patung Christo Redentor di negara lain. Satu di antaranya ada di Kabupaten Lanny Jaya, Wamena, Papua.
Monumen Kasih Karunia berwujud Patung Kritus Sang Penebus di Kabupaten Lanny Jaya Papua itu setinggi 2 meter, dibangun di ketinggian 2.416 meter dpl dan merupakan Patung Yesus di lokasi tertinggi di Indonesia.
Monumen berupa Patung Yesus itu mengadopsi konsep bentuk dan rupa monumen Christo Redentor – Christ the Redeemer – Kristus Sang Penebus setinggi 38 meter di Rio de Janeiro, Brasil.
Monumen Kasih Karunia didirikan di atas landasan fondasi setinggi 160 centimeter dengan diameter 150 centimeter memakai bahan semen cor dengan total berat 450 kilogram. Bila diukur dari rentang tangannya, lebar patung ini mencapai 205 centimeter. Patung Kristus Sang Penebus ini dibuat dengan gaya Art Deco dengan sentuhan tangan seniman dari Bali, I Gede Sarantika.
Menurut Gunadi Karjono dari Perhimpunan Karunia Merah Putih yang menyiapkan Patung Kristus Sang Penebus itu, pengiriman dari Bali ke Jayapura menggunakan kapal laut memakan waktu 14 hari. Kemudian dari Jayapura ke Wamena diangkut dengan Trigana Air dalam waktu 45 menit. Setelahnya memerlukan 4 jam untuk diangkut ke Distrik Malagayneri.
Koptu Denny Silaban, personel Pos Malagayneri menceritakan bagaimana sulitnya mengangkut Patung Kristus Sang Penebus ini sampai ke Desa Lawanon, di mana Monumen Kasih Karunia ini akan didirikan. Cuaca sangat buruk, jalan menanjak, sempit dan licin, belum lagi usaha untuk menyeberangkan Patung Kristus Sang Penebus ini melalui jembatan papan kayu sempit yang tidak kokoh. Para pemuda setempat antusias bahu membahu membantu untuk menarik, mendorong, mengangkat, memikul, dan berbagi kelelahan bersama-sama anggota Pos Malagayneri, Satgas Organik Yonifmek 203/AK.
Sesampainya di Desa Lawanom, warga setempat, mace-mace, pace-pace, dan anak-anak menyambut rombongan anggota Pos Malayganeri dan warga kemudian membaur, menikmati ubi bakar dan kopi, serta melepas keletihan yang mendera dengan rasa syukur dan bahagia.
“Kami tidak menyangka warga mau mendukung dan bersemangat membantu anggota pos mempersiapkan fondasi monument”, aku Wadanpos Malaygeneri Letda Inf. Siskamak yang terharu menceritakan kejadian ini.
Perwira TNI Angkatan Darat yang sudah beberapa kali berangkat tugas di Papua mengatakan beberapa pemuda desa secara aktif membantu pembangunan fondasi monument tersebut. Ini tak disangka oleh anggota Pos Malagayneri. Mereka tersentuh hatinya dengan upaya Satgas Organik Yonifmek 203/AK.
Untuk diketahui, di sisi landasan monumen diukir nukilan ayat Alkitab dalam Bahasa Lanny dan Bahasa Indonesia, yang berbunyi demikian;
“Yoge mbareegi, Yetut nen, “Kiniki pada inom, kineebe paga inom, koonggwi alom paga, abok aret kinogoba Ala mban Kiniki kunik eeko logonip o. Wone iyagalo iya Lombok ti aret, ndi, wone ore
ambiti, ndak-ndak yi aret o. Kita kineebe kiniki kunik eekkologo monggotak nogo pogom, kinom monggotak togop aret kiniki kunik aganako logonip o. (Matiyut 22:37-39)
Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan
hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (Matius 22: 37-39)
Akhirnya, warga Lanny Jaya kini punya kebanggaan sendiri. Monumen ini sudah diresmikan Dansatgas Yonif Mekanis 203/AK Letkol Inf Achmad Zaki, Rabu (22/3/2023) ini. Monumen Kasih Karunia menambah daftar karya serupa di Dataran Papua. Christo Redentor di Tanah Papua ini berdiri kokoh dan gagah berlatarbelakang barisan pegunungan. Warna putih pualamnya terlihat kontras dengan alam sekitarnya.
Sebelumnya, di Tanjung Abori, Serui Laut ada monumen serupa bernama Monumen Kasih setinggi 33 meter. Ada pula Patung Kristus Raja Semesta Alam di Merauke, Papua Selatan untuk memperingati hari pertama masuknya Gereja Katolik ke Kota Merauke. Patung yang diresmikan pada 14 Agustus 2011 itu setinggi 12 meter.
Sosok di Balik Christo Redentor Papua
Pendirian Monumen Kasih Karunia di Malagayneri berawal dari kedatangan 450 Personel Satgas Organik Yonif Mekanis 203/Arya Kamuning diberangkatkan ke Papua pada Juni 2022 silam. Tak kurang dari 50 pasukan tempur ini ditempatkan khusus di Wilayah Distrik Malagayneri, Lanny Jaya, Wamena, Pegunungan Tengah, Papua. Yonifmek 203/AK dipimpin oleh Letkol Inf Achmad Zaki, S.Sos,. M.M. Ini adalah pasukan di bawah naungan Brigade Infanteri Mekanis 1 Pengaman Ibu Kota/Jaya Sakti, Kodam Jaya.
Sejumlah aksi teritorial digelar Yonifmek di wilayah itu. Mulai dari rehabilitasi gereja, perbaikan sanitasi lingkungan, pendirian MCK, sumbangan pakaian, buku-buku rohani dan alkitab, serta aksi sosial semisal pengobatan dan pelayanan kesehatan sampai pada pendirian Monumen Kasih Karunia ini.
Tentu saja, upaya-upaya para prajurit TNI Angkatan Darat ini sangat diapresiasi Para Gembala Gereja setempat bahwa nyata ada perubahan di wilayah mereka. Pendeta Yus Kogoya, Pendeta Yusiron Kiwo, dan Ibu Gembala Geraja Mama Merry menyampaikan ucapan terima kasihnya. Mereka sudah punya rumah ibadah yang representatif dengan lingkungannya terlihat lebih baik, rapi dan indah, bersih dan nyaman.
Sebenarnya siapa sosok di balik aksi-aksi sosial Yonifmek 203/AK ini? Ternyata ia adalah salah seorang pengusaha yang bermukim di Tangerang, Banten. Namanya Gunadi Karjono. Saat ini, Direktur Utama PT. Vadel Ksatria Samudra Indonesia. Untuk aksi sosialnya, lelaki tamatan University of Western Sydney, Australia ini mendirikan Perhimpunan Karunia Merah Putih.
Menurutnya, dukungannya untuk Pos Malagayneri adalah bentuk pelayanan pribadinya terhadap Tuhan, dan sebagai Wujud Bela Negara yang ingin dilakukannya untuk Indonesia
“Tak enak menyandang merek WNI Keturunan yang sering disebutkan oleh orang-orang. Padahal kami ini WNI, warga negara Indonesia saja. Tdak ada embel-embel keturunan. Kami lahir, besar dan kemudian mati di Tanah Air ini. Itu artinya kami adalah orang Indonesia. Percayalah kalau dibelah dada ini, hanya akan terlihat Merah Putih,” sebut dia.
Ia hanya bangga bisa menjadi Warga Negara Indonesia yang belajar berbakti kepada Bangsa dan Negara, dan agar Tuhan berkenan dengan apa yang telah ia lakukan.
Dengan membantu Satgas TNI itulah, cara lelaki kelahiran Semarang, 10 Juni 1972 ini menunjukkan dia sebagai orang Indonesia. Dana yang dipakainya berasal dari tabungan pribadi dan usahanya di Tangerang. Awalnya, ia sudah berpesan agar namanya tak dituliskan, ternyata salah seorang perwira di Pos Malagayneri berkeras agar namanya tetap dicatatkan.
“Kami percaya Tuhan Maha Tahu, tetapi semua orang harus diberitahu apa yang sudah kita lakukan. Itu agar orang lain tidak memandang kita sebelah mata. Semua orang harus tahu ada seorang anak bangsa sangat rindu berbuat untuk bangsa dan negaranya lewat Satgas TNI di ujung timur Indonesia”, ungkap Letda Inf Siskamak.
Gunadi yakin bila monumen ini akan menambah destinasi wisata religi di Papua. Ia juga yakin ini akan merangsang pergerakan ekonomi dan sosia budaya setempat yang damai dan membawa kesejahteraan masyarakat setempat di masa depan.