Studio RRI Palu mulai ramai sejak pukul sembilan pagi. Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid, mengenakan seragam dinas cokelat khas ASN, duduk bersisian dengan Asisten 2 Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Rudi Dewanto, Plt. Kepala Badan Pusat Statistik Imron Taufik J. Musa, dan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tengah Rony Hartawan. Di meja siar, topik yang dibahas bukan sembarang isu: “Ancaman Inflasi Sulteng di Tengah Melemahnya Nilai Rupiah.”
Meski nilai tukar rupiah terus tertekan terhadap dolar AS, Wali Kota Hadianto yang menjadi salah satu sumber RRI itu meyakinkan publik bahwa ekonomi Palu masih dalam jalur aman.
“Kondisinya terkendali. Dampaknya lebih terasa di sektor besar,” ujar Hadianto dalam dialog langsung di RRI Palu, Selasa, 29 April 2025.
Stabilitas itu, menurut dia, tidak lepas dari kerja Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Tim ini aktif menjaga pasokan kebutuhan pokok dan mengontrol harga di pasar agar tak melonjak tajam.
“Harga-harga masih wajar,” katanya.
Fluktuasi kurs rupiah, menurut Hadianto, adalah imbas dari dinamika global yang sulit dihindari. Namun, ia optimistis Indonesia kini lebih siap.
“Fundamental ekonomi kita jauh lebih kuat dibanding krisis 1997. Cadangan devisa cukup, fiskal juga sehat,” ujarnya.
Inflasi di Kota Palu, kata Hadianto, masih bertahan di angka 2 persen—di bawah rata-rata nasional yang berkisar 2,4 hingga 2,5 persen.
Ia mengingatkan masyarakat agar tak panik dan tetap rasional dalam belanja.
“Gaji memang tak naik tiap minggu. Maka kita harus pandai menyiasati,” ujarnya.
Salah satu langkah konkret pengendalian inflasi datang dari Warung Komoditas Pangan (Warkop) yang digagas Bank Indonesia bersama pemerintah daerah. Warkop ini bukan tempat ngopi biasa, tapi pusat distribusi pangan murah yang menyentuh langsung kebutuhan warga.
Namun, Wali Kota Hadianto tak ingin sekadar meredam inflasi. Ia menyoroti pentingnya memperkuat sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sejak awal menjabat, ia mendorong lahirnya Inkubator Bisnis, memberi insentif, dan menggelar program akselerator usaha.
“UMKM bukan sekadar solusi saat krisis. Ia adalah tulang punggung ekonomi yang perlu dirawat terus-menerus,” katanya.
Di akhir dialog, Hadianto berharap dukungan keuangan untuk UMKM makin besar, seiring menguatnya keuangan daerah.
“Jika fondasi ekonomi di bawah kuat, gejolak dari atas bisa lebih mudah kita redam.” **(Adv)