Mahkamah Agung (MA) baru-baru ini mengabulkan seluruh permohonan uji materi terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 dan 11 Tahun 2023. Peraturan-peraturan ini telah menjadi perdebatan karena memberikan kemungkinan bagi mantan terpidana korupsi untuk maju lebih cepat menjadi calon anggota legislatif tanpa adanya masa jeda 5 tahun.
Dalam putusannya, MA memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencabut aturan yang memungkinkan mantan terpidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tanpa batasan waktu.
Putusan ini merupakan hasil dari uji materi yang diajukan oleh Indonesia Corruption Watch, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta dua mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang dan Abraham Samad.
MA menganggap bahwa aturan PKPU 10/2023 dan PKPU 11/2023 bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut MA, jangka waktu lima tahun setelah terpidana menjalani masa pidana adalah waktu yang cukup untuk introspeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat. Dengan menghapus masa jeda ini, MA berpendapat bahwa masyarakat tidak dapat menilai calon dengan kritis dan jernih.
Selain itu, MA juga menekankan bahwa tindak pidana korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa, sehingga pencabutan hak politik merupakan efek jera yang harus diberlakukan bagi pelaku korupsi. Oleh karena itu, MA berpendapat bahwa KPU seharusnya menetapkan persyaratan yang lebih berat bagi pelaku korupsi yang ingin mencalonkan diri.
Dengan adanya putusan ini, KPU diinstruksikan untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 serta pedoman teknis terkait. Selain itu, MA juga menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1 juta.
Follow Berita PaluPoso di Google News