Syarat pencalonan M Nizar Rahmatu di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, dipersoalkan.
Hal itu, ditunjukkan dengan adanya laporan salah seorang warga Kelurahan Kampal, Kecamatan Parigi, Fadli, ke Bawaslu Parimo.
Fadli mendatangi kantor Bawaslu Parimo, sekitar pukul 16.00 WITA, Jumat, 21 Maret 2025, didampingi sebanyak 10 penasehat hukum yang tergabung dalam Tim Hukum Erwin-Sahid.
“Hari ini, kami mendampingi saudara Fadli melakukan pelaporan di Bawaslu, terkait syarat pencalonan M Nizar Rahmatu,” kata Dr Muslimin Budiman, SH, MH, salah seorang Tim Hukum Erwin-Sahid, saat konfrensi pers di Parigi, Jum’at.
Ia mengatakan, terdapat dua item yang dijadikan laporan ke Bawaslu Parigi Moutong, yakni putusan Mahkama Agung (MA) Nomor: 72 K/PID.SUS/2015 dan surat Kejaksaan Negeri Palu Nomor: B3010A/T.6.10.PD.I/12/2024.
Sejak Agustus 2012, kata dia, M Nizar Rahmatu sudah tidak lagi menjalani masa penahanan, karena tidak ada perpanjangan statis pengalihan penahanan dari Rumah Tahanan (Rutan) ke tahanan kota.
“Sehingga, statusnya tidak jelas lagi pada 2012. Apakah dia sebagai terpidana, sementara dia dalam proses pengalihan penahanan, yang dalam KUHP perhitungannya seperlima,” ungkapnya.
Kemudian, jika dikaitkan dengan berita acara eksekusi pada 15 Oktober 2019, pada dasarnya M Nizar Rahmatu dinilai belum menjalani masa hukumannya.
Apabila dilihat dari putusan MA, M Nizar Rahmatu menjalani hukuman badan dari 1 Desember 2011 hingga 12 April 2020.
“Yang kemudian, status pengalihan tahanannya mulai dari 12 April 2012 hingga perpanjangan status pengalihan penahanan dari Pengadilan Tinggi pada 12 Oktober 2012,” ujarnya.
Olehnya, dalam rentan waktu dari 2012 hingga turunnya putusan MA pada 2015, status hukum M Nizar Rahmatu tidak jelas.
“Apakah lepas demi hukum atau apa? Karena tidak ada lagi perpanjangan status pengalihan penahanan dari Mahkama Agung (MA),” tukasnya.
Dengan demikian, jika dikaitkan dengan PKPU 8 Tahun 2024 tentang syarat pencalonan kepala daerah, masa jedah M Nizar Rahmatu belum terpenuhi.
“Selain itu, jangan salah menafsirkan masa jedah lima tahun itu. Karena harus clear dulu semuanya selama lima tahu, baru bisa maju. Jadi lima tahun satu bulan, baru kita maju di Pilkada dan harus dihitung sejak pendaftaran pasangan calon,” terangnya.
Senada, Penasehat Hukum, Muh Nuzul Thamrin Lapali menambahkan, berdasarkan putusan MA terhadap status M Nizar Rahmatu, belum mencukupi masa jedah lima tahun. Mana lagi, ada pengalihan penahanan.
Ia menuturkan, baik peraturan perundang-undangan maupun PKPU mempertegas, masa jedah bagi mantan narapidana dihitung setelah yang bersangkutan menjalani keseluruhan sampai dengan tahapan pendaftaran pasangan calon.
“Jadi jangan dihitung dalam masa penelitian administrasi, karena tahapan pencalonan dimulai dari pendaftaran sampai dengan penetapan pasangan calon,” kata dia.
Dengan proses pelaporan ini, harapannya proses demokrasi lebih baik lagi. Selain itu, dari penemuan fakta ini, kesalahan dalam penyelenggaraan Pilkada Parimo tidak lagi terulang.
“Sebaiknya KPU Parimo lebih profesional lagi dalam melakukan penelitian berkas pencalonan. Karena daerah akan mengalami banyak kerugian, jika penyelenggaran Pilkada diulang kembali,” pungkasnya. **(Tim)
Ikuti Berita PaluPoso di Google News