Pemerintah Kota (Pemkot) Palu tetap mengoptimalkan pajak daerah sebesar 10 persen bagi usaha restoran dan warung makan. Penerapan pajak tersebut telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Jadi, penerapan pajak ini bukan dimulai pada masa kepemimpinan Wali Kota Hadianto Rasyid dan Wakil Wali Kota dr. Reny A. Lamadjido, tetapi telah diberlakukan sejak masa pemerintahan sebelumnya,” kata Sekretaris Daerah Kota Palu, Irmayanti Pettalolo, pada media, Rabu 21 Februari 2024, di Kantor Wali Kota Palu.
Pemerintah Kota Palu sendiri, lanjut Sekot, pada waktu itu hanya menindaklanjuti dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
“Jadi begitu dikeluarkan Perda tahun 2011, Pemerintah Kota Palu memberlakukanlah pajak makan dan minum ini. Nah tahun 2024 ini, hal tersebut dioptimalkan pajak makan dan minum. Karena memang banyak wajib pajak atau pelaku usaha itu belum memenuhi kewajibannya melakukan pembayaran pajak 10% tersebut,” kata Sekot Palu Irmayanti.
Sekot Palu mengaku saat ini memang ada penolakan dari asosiasi pedagang kuliner. Terkait hal ini, pihaknya berencana mengundang asosiasi untuk menjelaskan prinsip pengenaan tarif tersebut.
“Pemkot Palu akan terus menyosialisasi dan penegakan aturan karena ini memang kewajiban. Pemkot Palu telah membentuk 82 tim untuk penegakan Perda. Kita ingin pastikan pelaku usaha melaksanakan kewajiban. Karena jika tidak, maka akan ada peringatan hingga sanksi penutupan usaha,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Bapenda Kota Palu, Eka Komalasari, menekankan bahwa pendapatan dari pajak ini akan kembali kepada masyarakat dan berdampak pada pembangunan Kota Palu.
“Pajak ini bukan untuk pemerintah, tapi untuk masyarakat. Jadi mari kita dukung bersama agar pembangunan Kota Palu dapat terus berlangsung,” tegas Eka Komalasari.
Pemerintah Kota Palu juga telah membentuk tim dan melibatkan aparat penegak hukum untuk memastikan penegakan Perda ini. Tim tersebut akan terus melakukan sosialisasi dan tindakan penegakan hukum jika diperlukan.
Pihak pemerintah juga berkomitmen untuk terus menyosialisasikan kepada masyarakat, terutama pelaku usaha warung, mengenai pentingnya mematuhi kewajiban pajak ini.
“Sebenarnya ini tidak semua menolak. Kalau mereka memahami, tidak akan menyusahkan pelaku usaha. Karena pajak ini tidak dibebankan kepada penjual, tetapi dibebankan kepada konsumen. Jadi konsumenlah yang membayar pajak ini, sebagai sumber pajaknya. Ini berlaku di seluruh Indonesia,” jelas Eka. *(Tim)
Follow Berita PaluPoso di Google News