Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dari seluruh penjuru nusantara akan berkumpul di depan Istana Negara untuk menggelar aksi demo menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Rencananya, aksi demo perawat Indonesia tolak RUU Kesehatan itu akan digelar pada 19 April 2023 mendatang.
Ketua DPP PPNI Pusat Harif Fadhillah mengatakan pihaknya mendesak pihak-pihak yang berkompeten untuk melakukan pelurusan atas RUU kesehatan, terutama kepada Menkopolhukam RI dan Kemenko Kemaritiman dan Investasi RI.
Menurutnya, kedua menteri itu perlu memperhatikan aspirasi perawat, agar UU Nomor 38 Tahun 2014 tidak dicabut.
“Untuk menyampaikan aspirasi ini, sejumlah perwakilan PPNI akan melakukan aksi penyampaian aspirasi tersebut yang direncanakan pada tanggal 19 April 2023,” kata Harif Fadhillah dalam keterangannya yang diterima media ini, Senin, 17 April 2023.
Harif menjelaskan, penolakan terhadap RUU Kesehatan dilakukan karena dianggap merugikan perawat Indonesia. Terlebih, perawat merupakan tenaga kesehatan terbanyak di Indonesia dengan jumlah anggota 800 ribu orang dan struktur organisasi tersebar di 34 provinsi, 514 kabupaten/kota, dan lebih dari 6.000 pengurus komisariat di tempat kerja.
Ia mengaku, sampai hari ini pihaknya terus-menerus membantu perawat dan pemerintah dalam mengawal dan meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan anggotanya.
“PPNI menyikapi perkembangan terakhir dalam bidang kesehatan adalah terkait pro kontra RUU kesehatan yang dilakukan dengan metode omnibus. Sebagai organisasi profesi yang mewadahi tenaga kesehatan yang terbesar dan vital dalam sistem kesehatan RUU kesehatan di lihat dari materinya sedikit banyak akan sangat mempengaruhi perjalanan profesi perawat ke depan,” kata Harif.
“PPNI sangat mendukung perubahan ke arah lebih baik dari sistem kesehatan di Indonesia. Namun perlu mengkritisi substansi yang justru akan menjadi kontra produktif dengan tujuan awal,” sambung Harif Fadhillah.
Harif menuturkan, terdapat empat substansi dalam RUU Kesehatan yang dianggap melemahkan perawat.
Pertama, substansi RUU berpotensi menghilangkan sistem yang sudah mulai baik terbangun, dengan mencabut beberapa undang-undang yang masih sangat relevan dan justru keberadaan undang-undang tersebut untuk menunjang perbaikan sistem kesehatan. Antara lain adalah UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang keperawatan.
Dengan mencabut UU keperawatan tersebut dan tidak mensustitusi norma-norma esensial yang sangat dibutuhkan profesi perawat akan mengembalikan posisi perawat kepada kondisi 30 tahun silam dalam sistem kesehatan. Sebagaimana tertuang dalam naskah akademik dan konsideran yang menjadi latar belakang dari UU Nomor 38 Tahun 2014.
Pengaturan keperawatan adalah untuk menjamin penyelenggaraan pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman dan terjangkau. Serta dilakukan oleh perawat yang memiliki kompetensi kewenangan etik dan bermoral yang tinggi.
“Tujuan tersebut tergambar dalam batang tubuh undang-undang keperawatan dan peraturan pelaksanaan yang sudah sebagian besar terbit dan kalau dilihat adalah bukan hanya kepentingan perawat, tetapi lebih besar kepentingan masyarakat,” kata Harif.
“Pencabutan UU keperawatan akan serta merta mendegradasi profesi perawat Indonesia yang saat ini sedang berkembang untuk kompetensi global dan meletakkan profesi perawat pada kondisi tidak punya landasan pengembangan profesi yang kuat serta berpotensi menimbulkan masalah konflik yuridis sosial profesi dan sistem pelayanan kesehatan,” tambah Harif.
Lanjutnya, kedua, dalam gerak UU kesehatan masih nampak tidak sungguh-sungguh untuk mereformasi sistem kesehatan, khususnya sumber daya kesehatan masih diskriminatif dalam pengaturannya.
RUU kesehatan dijabarkan tentang kualifikasi sumber daya kesehatan dengan berbagai aspeknya adalah tenaga medis dan tenaga kesehatan. Hal ini menimbulkan persoalan tersendiri di kemudian hari.
Maka akan ada turunan regulasi dan kebijakan yang berbeda dari sisi porsi dan prioritas sebagaimana Jauh sebelum penataan sistem kesehatan di Indonesia melalui undang-undang profesi masing-masing.
“Pembedaan tersebut menyebabkan adanya ketidaksetaraan dalam pelayanan akan menyebabkan hambatan dalam koordinasi dan kolaborasi yang saat ini sedang dikembangkan di dunia adalah interkolaborasi dalam pelayanan kesehatan di mana seluruh sumber daya kesehatan harus berfokus pada pasien/klien dan akhirnya akan menjadi pelayan yang lebih efektif dan berkualitas bagi masyarakat,” terang Harif Fadhillah.
Ketiga, ada potensi pengurangan peran masyarakat madani dalam khazanah kesehatan di Indonesia, yaitu organisasi profesi. Organisasi profesi adalah wadah masyarakat ilmiah bagi yang se-profesi dan sebagai wahana menyalurkan aspirasi anggota kepada pemangku kepentingan. Agar terjadi peningkatan profesionalisme dan kondisi kerja yang baik bagi seluruh profesi organisasi.
Profesi perawat PPNI yang selama ini konsisten dan terus-menerus mendukung pemerintah untuk berkontribusi dalam peningkatan kompetensi profesionalnya.
Selain itu juga mengaplikasi kesejahteraan agar para perawat dapat lebih tenang menjalankan kewajiban peran sebagai profesi pemberi pelayanan kepada masyarakat.
“Jikalau perawat lebih nyaman dan tenang melaksanakan profesinya maka dampaknya akan kebaikan pelayanan kepada masyarakat,” ujar Harif.
Keempat, RUU kesehatan berpotensi memberi kemudahan perawat asing bekerja di Indonesia yang mengikuti kebijakan invesats. Jika barrier teknis tidak ketat maka akan menjadi ancaman karena mempersempit kesempatan kerja lulusan perguruan tinggi keperawatan Indonesia jumlah lulusan perguruan tinggi perawat Indonesia sudah mencapai 65.000 sampai 75.000 per tahun.
“Dari semua hal ini yang sangat esensial menjadi suara perawat seluruh Indonesia adalah hilangnya kebanggaan sebagai profesi karena landasan profesinya sudah dicabut bandingkan dengan profesi Insinyur advokat notaris Psikologi yang ada undang-undang tersendiri secara universal di setiap negara telah ada UU keperawatan tersendiri yang menjadi acuan pengembangan dan penyelenggaraan profesi perawat dengan ini PPNI secara tegas menyatakan menolak substansi RUU kesehatan yang menyatakan profesi perawat Indonesia,” pungkas Harif Fadhillah. *(Tim)
Ikuti berita terkini dari paluposo di Google News, klik di sini.