Narasi negatif tentang pengungsi Rohingya beredar selama tahapan Pemilu 2024. Beberapa video beredar dengan klaim bahwa pengungsi Rohingya sengaja di mobilisasi ke Indonesia untuk kepentingan calon presiden tertentu.
Beberapa video hoaks yang beredar selama masa tahapan Pemilu 2024 kian menambah sentimen negatif terhadap pengungsi Rohingya.
Sebuah video di YouTube memperlihatkan ratusan orang berkumpul di sebuah lapangan dan sejumlah perahu berisi penumpang melaju di laut. Tidak ada narasi suara dalam video, tetapi terdapat tulisan yang menyatakan video memperlihatkan Rohingya yang datang untuk mencoblos Anies dalam Pilpres 2024.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh, Azharul Husna, mengatakan bahwa narasi yang mengatakan Rohingya datang ke Aceh karena direkrut untuk mencoblos di Pemilu 2024 adalah keliru.
Dia menjelaskan dua fakta yang bertentangan dengan narasi yang beredar di YouTube tersebut. Pertama, sesungguhnya alasan kepergian Rohingya dari tempat asalnya adalah perang dan situasi represif yang mereka alami.
“Kedua, untuk dapat memilih (dalam pemilu), peserta harus masuk ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT),” kata Husna pada Tempo melalui pesan, Selasa, 6 Februari 2024.
Klaim bahwa gelombang kedatangan Rohingya ke Indonesia merupakan bagian dari permainan untuk memenangkan salah satu paslon capres-cawapres dalam Pemilu 2024 juga beredar di Instagram.
Narasi itu mengaitkan kasus seorang pengungsi Rohingya di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, yang pernah masuk daftar pemilih tetap (DPT) Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan kemungkinan ikut mencoblos pada pemilu tahun 2018.
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa narasi yang mengatakan gelombang kedatangan pengungsi Rohingya ke Indonesia pada akhir 2023, merupakan permainan politik yang bertujuan menambah suara untuk salah satu calon dalam Pemilu 2024, adalah keliru.
Sesungguhnya tujuan Rohingya yang melakukan perjalanan dari Bangladesh ke Indonesia dalam beberapa kelompok itu, adalah untuk menyelamatkan diri dari ancaman bahaya di Myanmar negerinya, dan Bangladesh, tempat mereka mengungsi sebelumnya. Kasus satu Rohingya yang membuat KTP, KK dan masuk DPT tidak bisa digeneralisasi terjadi pada seluruh pengungsi yang saat ini mencari keselamatan di Indonesia.
Meski sempat viral, belakangan kedua video itu telah dihapus oleh masing-masing pengunggahnya.
Lembaga analisis media sosial, Drone Emprit, membuat analisis tentang sentimen negatif terhadap pengungsi Rohingya dalam periode 2 – 8 Desember 2023.
Tertera bahwa jumlah sebutan Rohingya di X jauh lebih tinggi yakni mencapai 47.672 dibandingkan dengan berita online sebanyak 4.421. Dalam grafik Drone Emprit terlihat peningkatan sebutan Rohingya membesar mulai 6 Desember.
Ismail Fahmi menjelaskan, klaster yang kontra terhadap pengungsi Rohingya sebetulnya lebih kecil daripada yang pro. Meski begitu, menurutnya, dampaknya sangat signifikan meningkatkan volume percakapan di X.
Sebab informasi bohong dan narasi kebencian terhadap pengungsi Rohingya disebarkan oleh akun-akun fanbase atau forum yang memiliki banyak pengikut dan pengirimnya tidak mengungkapkan identitas alias ‘pesan anonim’.
“Karena pengikutnya banyak, otomatis akan menyebar dan teknik ini sudah umum dipakai… terbukti responsnya sangat besar dan ketika diamplifikasi oleh para pendukungnya menjadi pembahasan nasional,” ujar Ismail Fahmi kepada BBC News Indonesia.
Aliansi Jurnalis Independen atau AJI menyebut pengungsi etnis Rohingya telah menjadi sasaran disinformasi serta narasi negatif dan kebencian di media sosial. Trennya meningkat setelah 1.887 pengungsi Rohingya mendarat di sejumlah pantai di Provinsi Aceh sejak awal November hingga Desember 2023.
Jenis-jenis disinformasi dan narasi kebencian itu seperti etnis Rohingya akan menjajah Indonesia serta konten yang membingkai perilaku buruk pengungsi Rohingya yang kemudian digeneralisasi secara bias.
Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito mengatakan, AJI masih menemui pemberitaan media yang mengamplifikasi disinformasi dan narasi kebencian. Hal tersebut dapat mempertebal diskriminasi dan kebencian di masyarakat yang dapat mengarah pada tindak kekerasan, baik secara langsung maupun tidak kepada pengungsi etnis Rohingya.
“Media harus berhati-hati di tengah banjirnya hoaks dan narasi kebencian terhadap etnis Rohingya yang terjadi menjelang Pemilu 2024, sehingga isu ini mudah dipolitisasi demi tujuan elektoral,” kata Sasmito, dilansir dari laman resma AJI, 28 Desember 2023.
Tim Cek Fakta PaluPoso.id
Follow Berita PaluPoso.id di Google News